Aug 11, 2013

Sahur Pertamaku Bersama Anak Kost

Jika harus mengingat pertama kali sahur, ingatanku melayang ke masa-masa kuliah dulu. Kuliah di Depok dengan jadwal praktikum dan asistensi yang sangat padat, otak yang pas-pasan, membuat tinggal di kost adalah pilihan hidup yang tepat bila ingin lulus dengan IPK yang ‘tidak dipertanyakan bila melamar pekerjaan’. Waktu 4 jam sehari sangat berharga untuk belajar dan membuat laporan, ketimbang dihabiskan untuk bermacet ria di jalan menuju rumah.
Jadi meskipun rumahku waktu itu di Slipi, Jakarta, saya tetap ngekos di Depok dan hanya pulang di akhir pekan. Asyiknya ngekost ini sungguh terasa saat bulan Ramadhan. Ramadhan tahun 1997 adalah pertama kali saya merasakan sahur. Ya, saya mengalami sahur yang pertama dalam hidup saya, dan serunya luar biasa karena saya bersahur bersama teman-teman satu kost.
Kost kami adalah sebuah rumah dengan sebelas kamar. Lima kamar di lantai dua, dan enam kamar di lantai satu. Saya menempati lantai dua. Kelima kamar di lantai dua itu diisi oleh saya, yang duduk di Fakultas MIPA jurusan Farmasi; Jenny salah satu teman se-jurusan; Rose- dua tingkat di atas saya, sama-sama dari jurusan Farmasi; seorang mahasiswi fakultas hukum (saya mendadak lupa namanya), dan Mia, seorang mahasiswi fakultas ekonomi. Dari lima orang ini, hanya dua yang beragama Islam, yaitu Rose dan Mia. Saya, Jenny, dan anak FH itu adalah non muslim. Saya dan Jenny Katolik,sedangkat anak FH itu beragama Buddha. Kami berlima waktu itu sangat dekat dan kompak. Mungkin karena lantai 2 adalah satu-satu tempat di mana televisi diletakkan di ruang duduk. Sehingga begitu senja hari saatkami berkumpul, maka kami berlimalah yang seringkali menguasai televisi, sekaligus ruang duduk tersebut, he he.
Saat Ramadhan tiba di Januari, perkuliahan sudah mulai aktif. Di bulan Ramadhan, rata-rata warteg di daerah kost hanya buka saat jelang waktu sahur dan berbuka puasa. Hanya satu atau dua warteg yang buka saat siang hari, tentu dengan memakai tirai penutup.
Kesibukan para mahasiswa yang mencari makan sahur, dimulai sekitar jam 3 pagi. Karena kamar kami berlima berdekatan, meskipun kami bertiga non muslim, tentu suara kesibukan dua teman muslim kami ikut membangunkan kami. Awal-awalnya kami hanya ikut bangun dan menyapa dua teman muslim kami itu, lalu lanjut tidur kembali. Hingga di suatu hari, salah satu teman saya menginginkan perubahan.
Saya ingat, pertama kali yang mengusulkan agar kami bertiga yang non muslim ini sahur bareng adalah rekan saya dari fakultas hukum itu (aduh, kok saya benar-benar lupa namanya).
“Yuk, kita coba sahur, asik lho pagi-pagi buta keluar kost gelap-gelap, lagian kalau mau cari sarapan jam 7 atau makan siang nanti, susah cari warung yang buka. Daripada kita kelaparan sampai magrib, mendingan kita ikut sahur.” demikian ajaknya.
Pilihan yang logis, menurut saya. Jenny juga setuju. Ini bakal jadi pengalaman sahur pertama bagi kami bertiga.
Demi kekompakan, sekaligus keingintahuan yang besar, maka hari itu kami bertiga bangun lebih awal dan pergi bersama-sama dengan dua kawan muslim kami ke warteg. Awalnya mereka terkejut, tapi senang dengan niat kami ingin sahur bareng.
Dan jadilah kami berlima, cewek semua, berjalan beriringan keluar kost di pagi-pagi buta mencari makan sahur. Ternyata, jalanan sekitar kost sangat ramai oleh mahasiswa yang menuju warteg, semua mencari makan sahur. Suasana jalan yang gelap gulita sama sekali tidak menyeramkan karena begitu ramai orang lalu lalang.
Kami memilih warteg langganan kami yang menyajikan menu rumahan masakan campuran jawa tengah dan Sunda. Seperti biasa, kami, karena cewek, jarang makan di warteg. Lebih memilih membungkus nasi dan lauk untuk dimakan di kostan. Terutama karena nggak pede duduk di warteg, makan bersama mahasiswa yang ganteng-ganteng pisan itu euy.. takut tergoda padahal udah punya pacar (halah).
Sesampai di kost-an, kami berlima menyantap makan sahur sambil menonton televisi yang menyajikan acara religi. Seringkali kami bertukar lauk pauk atau camilan. Saya yang sejak kuliah doyan kopi, sering membagi-bagikan kopis instan sachetan untuk teman-teman yang hobi ngopi saat sahur.
Dari pertama kali makan sahur bareng itulah, muncul keinginan, mengapa tidak sekalian berpuasa seperti teman-teman kami yang muslim, belajar menahan hawa nafsu. Kalau teman-teman muslim bisa melakukannya, pasti saya pun bisa, sekedar menahan lapar dan haus sampai maghrib dan sekalian kontrol emosi diri yang sering melonjak bila dihadapkan pada kuliah dan praktikum yang melelahkan. Begitulah, sejak saat itu saya terbiasa ikut berpuasa saat Ramadhan, sahur dan berbuka bersama teman-teman kost.
Yah mungkin sudah jodohnya, saya akhirnya bersuamikan seorang Muslim. Kebiasaan berpuasa saat kuliah, bukan lagi hal yang sulit dilakukan ketika sudah menikah. Tentunya kesibukan saya bertambah. Kalau dulu, sewaktu kuliah saya tinggal membeli makan sahur yang sudah matang di warteg, kini saya yang memasak dan menyiapkan sahur untuk suami dan keluarga. Sudah 11 kali saya dan suami ber-Ramadhan bersama, tetapi kenangan pertama bersahur bersama teman-teman kost, menjadi permata memori yang selalu mendamaikan hati di bulan suci ini.

Tulisan ini sudah pernah diposting di blog ku yang lain: http://luvjoy.blogdetik.com/2013/07/17/sahur-pertamaku-bersama-anak-kost/

No comments:

Post a Comment